-->
Doa Pagi dan Petang (dibaca 3 kali)
اللهم عَافِنِيْ فِيْ بَدَنِيْ اللهم عَافِنِيْ فِيْ سِمْعِيْ اللهم عَافِنِيْ فِيْ بَصَرِيْ لَااِلهَ الِاَّ اَنْتَ
"Ya Allah anugerahkanlah kesehatan pada badanku; Ya Allah anugerahkanlah kesehatan pada pendengaranku; Ya Allah anugerahkanlah kesehatan pada penglihatanku, tiada Ilaah yang layak untuk diibadahi kecuali Engkau".
(Hadits Hasan Riwayat Abu Daud: 4/324 dan Ahmad: 5/42)

Jumat, Juli 25, 2008

MEMBANGUN KELUARGA SAKINAH

(OPTIMALISASI KONSEP MAWADDAH WA RAHMAH)


Problema berumah tangga adalah sebuah suratan taqdir yang mesti ada dan terjadi. Akan tetapi Allah Subhanahu wa ta'ala telah menurunkan syariat-Nya untuk membimbing ke jalan yang diridhai dan dicintai-Nya. Jalan yang akan mengakhiri problem tersebut. Sebuah suratan yang tidak akan berubah dan tidak akan dipengaruhi oleh keadaan apapun. Mungkin kita akan menyangka, suratan taqdir tersebut tidak akan menimpa orang-orang yang taat beribadah dan orang-orang mulia di sisi Allah Subhanahu wa ta'ala. Tentu tidak demikian keadaannya. Nabi Nuh 'alaihissalam berseberangan dengan istri dan anaknya. Nabi Luth 'alaihissalam dengan istrinya yang jelas-jelas mendukung perbuatan keji dan kotor: laki-laki "mendatangi" laki-laki. Hal ini telah diceritakan oleh Allah Subhanahu wa ta'ala di dalam firman-Nya : (QS. At-Tahrim, 66 : 10) ……………….
:::Selengkapnya
  1. Muqaddimah
  2. Membangun Keluarga Sakinah
  3. Sunnatullah dalam Berumahtangga
  4. Rasulullah Saw sebagai Teladan dalam Berkeluarga
  5. Rasulullah Saw dan Keluarga Beliau
  6. Beberapa Akhlak dalam Membina Keluarga Sakinah
 Selengkapnya silahkan download dari sini>> http://www.geocities.com/a_reefah/unduh/keluarga_sakinah.doc (Maaf Link yang dituju Sudah tidak Aktif)

Areefah
Areefah Haurgeulis Updated at:

Rabu, Juli 23, 2008

HAK-HAK ISTRI

Berikut adalah dalil-dalil dari Al-Quran dan Al-Hadits terkait hak-hak seorang istri dari suaminya:

A. Al-Qur'an Surat An-Nisaa'/4: 19


an-nisaa+19
"Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak" {QS. an-Nisa',4 :19}


B. Al-Hadits
  • "Ya Allah sungguh saya menimpakan kesusahan ( dosa ) kepada orang yang menyia-nyiakan hak dua macam manusia yang lemah yaitu : anak yatim dan wanita" {HR. Nasa'i} 

  • "berbuat baiklah kepada kaum wanita, karena dia diciptakan dari tulang rusuk, dan sungguh bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian yang paling atas, kalau kamu meluruskannya maka kamu telah mematahkannya..." {Muttafaq 'alaihi} 
  • Dari Hakim bin Mu'awiyah dari bapaknya bahwa bapaknya berkata : "wahai Rasulullah ! apakah hak seorang istri yang harus dipenuhi oleh suaminya ? maka beliau shallallahu 'alaihi wasallam menjawab : kamu memberi makan kepadanya jika kamu makan, dan kamu memberinya pakaian jika kamu berpakaian dan engakau tidak memukul mukanya, tidak menjelek-jelekkannya ( tidak berkata : semoga Allah memburukkan wajahmu ) dan tidak meninggalkannya kecuali dalam rumah". {HR. Abu Daud} 
  • Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : (janganlah seorang mu'min membenci wanita mu'minah, karena jika ia membenci suatu sifatnya, maka dia akan ridha yang lainnya darinya) {HR. Muslim}  
  • Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : orang mu'min yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya dan orang-orang terbaik di antara kamu adalah yang terbaik kepada istri-istrinya. {HR. Tirmidzi} 


  • Dari 'Amr bin Ahwash radhiyallahu 'anhu bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda pada waktu hajji wada' : ingatlah ( saya berwasiat kepada kamu agar berbuat baik pada kaum wanita, maka terimalah wasiatku ini terhadap mereka ) dan berbuat baiklah kepada kaum wanita, karena sesungguhnya mereka pada sisi kalian bagaikan tawanan, dan kamu tidak memiliki dari mereka selain itu. {HR. Tirmidzi}
Keterangan singkat :
Sebagaimana kaum lelaki mempunyai hak dari istri-istri mereka, demikian pula kaum wanita mempunyai hak dari suami mereka, dan tidak akan berlanjut kehidupan suami istri di atas keadilan yang diperintahkan oleh Allah kecuali jika setiap suami dan istri memenuhi hak dan kewajiban di antara mereka.
    ...::Kandungan Ayat dan Hadits tentang hak-hak istri dari suaminnya::..
    1. Suami wajib berbuat baik kepada kaum wanita, dalam hal ini adalah istri-istrinya;
    2. Bimbingan Rasulullah Saw agar selalu bersabar terhadap istri-istrinya dan berlemah-lembut kepadanya;
    3. Bahwa wanita dihadapan suaminya bagaikan tawanan yang lemah, oleh karenanya dia harus dikasihani, dibimbing, dilindungi dan dipenuhi hak-haknya;
    4. Rasulullah Saw mengabarkan tentang dosa bagi mereka yang menyia-nyiakan hak wanita yang berada di bawah tanggungannya;
    5. Bahwa orang yang terbaik di antara kita adalah mereka yang terbaik bagi istri-istrinya.

    Areefah
    Areefah Haurgeulis Updated at:

    HAK SUAMI ATAS ISTRI-ISTRINYA [Kewajiban Istri terhadap Suaminya]

    Berikut adalah dalil-dalil dari Al-Quran dan Al-Hadits terkait hak-hak suami dari istri-istrinya:

    A. Al-Qur'an Surat An-Nisaa'/4: 1 dan Surat Al-Baqarah/2: 228

    an-nisaa+1
    "Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu". {QS. An-Nisa',4 :1}

    "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". {QS. al-Baqarah, 2: 228}

    B. Al-Hadits
      • Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditanya : wanita yang bagaimanakah yang paling baik ? maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab : yang menyenangkannya (suaminya) jika ia memandangnya, taat kepadanya jika dia memerintahkan, dan dia tidak menyelisihinya dalam dirinya dan hartanya dengan sesuatu yang dibencinya. {HR. Nasa'i}
      • Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu dia tidak datang kepadanya, kemudian suaminya bermalam dalam keadaan marah, maka malaikat melaknatnya sampai pagi. {Muttafaq 'alaih.}
      • Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : tidak halal bagi seorang wanita untuk puasa sedang suami berada padanya kecuali dengan izinnya, dan tidak boleh dia memberikan izin di rumahnya kecuali dengan seizing suaminya pula. {Muttafaq 'alaihi}
      Keterangan :
      Kaum lelaki mempunyai hak yang agung atas kaum wanita, karena kaum lelaki memperhatikan, memelihara dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya terhadap mereka dan sebagai balasan atas kewajiban-kewajiban yang telah diwajibkan oleh Allah atas kaum lelaki yang dapat merealisasikan kebaikan bagi pasangan suami istri dan keluarga secara utuh.


      :::Kandungan Ayat dan Hadits
      • Besarnya hak kaum lelaki atas kaum wanita. 
      • Kewajiban kaum wanita (istri) untuk taat kepada suami dalam hal kebajikan dan tidak bertentangan dengan perintah Allah, dan bahwa hal tersebut adalah sebab masuk surga bagi kaum wanita.

      Areefah
      Areefah Haurgeulis Updated at:

      SEPUTAR TA'ADDUD (POLIGAMI)

      Mukaddimah

      Islam telah mensyari'atkan Ta'addud (polygami) sebagai salah satu pemecahan bagi problematika rumah tangga, khususnya manakala sebuah rumah tangga sudah diambang kehancuran.

      Bila sebuah rumah tangga sudah tidak lagi harmonis dan hubungan suami-isteri selalu diwarnai oleh pertengkaran bahkan pengkhianatan (baca: perselingkuhan), maka kehancurannya hanya tinggal menunggu waktu. Secara logika, dalam kondisi yang sudah sampai ke taraf demikian itu, sangat sulit untuk memulihkan kembali hubungan tersebut seperti semula dan kalaupun bisa, maka akan membutuhkan waktu yang tidak singkat. Maka, jalan satu-satunya - bila masih menghendaki tetap utuhnya rumah tangga dan tidak menghendaki kehancuran itu - adalah dengan cara berdamai dan mengalah tetapi halal.

      Dalam hal ini, kita mendapatkan keteladanan dari salah seorang Ummul Mukminin, yaitu Saudah binti Zam'ah.

      Dia memiliki sikap yang perlu di tiru oleh setiap wanita shalihah, sikap yang menampilkan sosok seorang isteri shalihah, seorang Ummul Mukminin yang menyadari bahwa dirinya harus menjadi suriteladan yang baik bagi kaum Mukminat di dalam mempertahankan keutuhan sebuah rumah tangga.

      Singkatnya, bahwa Rasulullah sebagai manusia biasa memiliki perasaan suka dan tidak suka secara alami. adalah Saudah wanita pertama yang dinikahinya setelah wafatnya, Khadijah. Dia seorang janda dan sudah berusia, namun karena ketabahan dan keimanannya-lah, beliau Shallallâhu 'alaihi wa sallam kemudian menikahinya dan memuliakannya sebagai Ummul Mukminin.

      Setelah beberapa lama berumah tangga, dan Rasulullah juga setelah itu sudah memiliki isteri-isteri yang lain, tampak ada perubahan sikap dari diri beliau terhadapnya seakan-akan sudah tidak menginginkan serumah lagi dengannya alias ingin menceraikannya. Sikap ini ditangkap dengan baik oleh Saudah dan gelagat yang tidak menguntungkan dirinya ini dia manfa'atkan momennya, yaitu dengan suka rela dia mau berdamai dan mengalah, demi keutuhan rumah tangga dan mempertahankan martabatnya yang telah dimuliakan sebagai Ummul Mukminin. Artinya, dia dengan rela dan ikhlash memberikan jatah gilirnya kepada isteri Rasulullah yang lain, yaitu 'Aisyah radliyallâhu 'anha.

      Menyadari akan maraknya fenomena yang tidak mendidik bahkan menyesatkan, khususnya, tayangan-tayangan dalam media elektronik seperti sinetron-sinetron yang berusaha merusak tatanan rumah tangga kaum Muslimin dan sengaja memprovokasi kaum ibu agar melawan 'pengungkungan' terhadap hak wanita - dalam anggapan mereka - dengan memilih 'cerai' ketimbang 'dimadu', dan sebagainya; maka kami memandang perlunya mengangkat tema ini, paling tidak, guna menggugah kaum wanita secara keseluruhan dan para isteri-isteri shalihah secara khusus. Semoga bermanfa'at dan dapat dijadikan bahan renungan dan pertimbangan oleh setiap kaum wanita. Wallahu a'lam. (red.)

      Naskah Hadits

      عَنْ عَائِشَةَ «أَنَّ سَوْدَةَ بِنْتَ زَمْعَةَ وَهَبَتْ يَوْمَهَا لِعَائِشَةَ, وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقسِمُ لِعَائِشَةَ بِيَوْمِهَا وَيَوْمِ سَوْدَةَ». متفق عليه

      "Dari 'Aisyah -radliallâhu 'anha- bahwasanya Saudah binti Zam'ah - radliallâhu 'anha - telah memberikan jatah gilirnya kepada 'Aisyah, dan Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam telah menggilir 'Aisyah (pada jatah gilirnya) plus jatah gilir Saudah". (Muttafaqun 'alaih)

      Takhrij Hadits Secara Global

      Di dalam kitab Bulûghul Marâm karya Syaikh Ibn Hajar al-'Asqalâny menyebutkan bahwa hadits di atas, diriwayatkan secara sepakat oleh Imam Bukhari dan Muslim. Namun, kami tidak mendapatkan riwayat dari Imam Muslim yang sama seperti lafazh tersebut.

      Hadits ini diriwayatkan juga oleh Abu Daud, Ibnu Majah dan Imam Ahmad.

      Beberapa Pelajaran Dari Hadits

      Saudah binti Zam'ah al-Qurasyiyyah al-'آmiriyyah adalah isteri kedua dari Rasulullah disamping isteri-isteri yang lain. Beliau menikahinya setelah Khadijah wafat. Saat telah berumah tangga dengan beliau, usianya sudah tua dan kondisinya semakin lemah. Karenanya, dia khawatir, beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam akan menceraikannya sehingga dirinya akan kehilangan martabat yang mulia dan nikmat yang agung sebagai salah seorang isteri Rasulullah. Dari itu, dia dengan ikhlas merelakan jatah gilirnya kepada 'Aisyah asalkan dapat tetap menjadi isteri beliau. Beliau-pun menerima cara yang dia lakukan ini. Dan tatkala Rasulullah wafat, dia masih tetap berpredikat sebagai salah seorang dari Ummahâtul Mukminîn.

      Abu Dâwud ath-Thayâlisy meriwayatkan dari Ibn 'Abbâs, dia berkata: "Saudah khawatir dithalaq oleh Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam, lalu dia berkata kepada beliau: 'Wahai Rasulullah! Janganlah engkau menthalaqku dan jadikanlah jatah gilirku untuk 'Aisyah!'. Beliau pun setuju melakukan itu sehingga turunlah ayat ini:

      وإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِن بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلاَجُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا وَالصُّلْحُ خَيْرُُ

      "Dan jika seorang wanita (isteri) khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)".(Q.,s.an-Nisâ`/04:128)

      Dan di dalam kitab 'ash-Shahîhain' (Shahîh Bukhâry dan Muslim) dari 'Aisyah, dia berkata: "Tatkala usia Saudah sudah senja (tua), maka dia memberikan (secara sukarela) jatah gilirnya kepada 'Aisyah. Lalu, Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam membagikan jatah gilirnya tersebut untuk 'Aisyah".

      Hadits diatas mengindikasikan kebolehan berdamai antara suami-isteri. Hal ini bisa dilakukan ketika si isteri merasa suaminya sudah mulai menjauhi atau berpaling darinya sementara dia sendiri takut untuk diceraikan seperti bilamana terputus seluruh haknya atau sebagiannya dari pembagian nafkah, pakaian, tempat tinggal dan sebagainya yang semula adalah bagian dai kewajiban suami terhadapnya. Sedangkan suami, boleh menerima hal itu darinya dan si isteri tidak berdosa dengan memberikan jatah gilirnya. Demikian pula, dia tidak berdosa bila menerimanya. Oleh karena itu, Allah Ta'ala berfirman: "maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)". Artinya, bahwa perdamaian itu lebih baik daripada berpisah dan bercerai.

      Tindakan yang dilakukan oleh Ummul Mukminin, Saudah radliallâhu 'anha adalah tindakan yang bijaksana sekali. Karenanya, berdasarkan riwayat yang shahih, 'Aisyah pernah mengomentarinya: "Tidak ada orang yang aku lebih suka menjadi selumur (kulit luar selongsong ular) baginya (selain) dari Saudah". Hal itu diucapkannya karena sedemikian kagumnya dia terhadap sikap Saudah. Saudah wafat pada akhir masa kekhalifahan 'Umar radliallâhu 'anhu.

      Para ulama berkata: "Bila seorang isteri memberikan jatah gilir hari dan malamnya untuk salah seorang isteri yang lain (madu) dari suaminya, maka hal itu tidak menjadi keniscayaan bagi hak sang suami dan tidak berpengaruh besar. Jadi, dia boleh saja mendatangi si pemberi jatah gilirnya ini atau tidak rela bersamanya karena sudah cukup dengan isteri yang lainnya. Tetapi jika dia (suami) rela maka hal itu boleh".

      Jika si suami memiliki banyak isteri (tiga orang atau empat orang), lalu isteri yang merelakan jatah gilirnya ini menentukan kepada salah seorang diantara madu-madunya tersebut, maka hal itu dianggap berlaku secara hukum sebagaimana dengan kisah Saudah terhadap 'Aisyah diatas. Tetapi, jika dia membiarkan jatahnya itu tanpa menentukan kepada siapa diantara madu-madunya itu yang dia beri, maka hendaknya si suami menyamakan jatah yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini, tidak memasukkan lagi jatah gilir si pemberi tersebut.

      Isteri yang telah memberikan jatah gilirnya kepada madunya boleh saja menarik kembali pemberiannya itu dari suaminya kapanpun dia menghendaki sebab hukum asal semua pemberian (Hibah) adalah dibolehkan menarik/mengambilnya kembali selama belum dipegang (disepakati perjanjiannya) baik untuk yang sekarang maupun untuk yang akan datangnya.

      Wallahu a'lam.

      (Dikutip dari Kitab Tawdlîh al-Ahkâm Min Bulûgh al-Marâm, karya Syaikh 'Abdullah آli Bassam, Jld. IV, Hal. 519-520, No. 921).



      Areefah
      Areefah Haurgeulis Updated at:

       
      back to top